Pengantar Hadits



PENDAHULUAN

a.           Latar Belakang Masalah

Seluruh umat Islam sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Hadis menempati kedudukannya yang sangat penting setelah Al-Quran. Kewajiban mengikuti hadis bagi umat Islam sama wajibnya dengan mengikuti Al-Quran. Tanpa memahami dan menguasai hadis, siapapun tidak akan bisa memahami hadis tanpa memamahi Al-Quran. Sebaliknya, siapapun tidak akan bisa memahami hadis tanpa memahami Al-Quran karena Al-Quran merupakan sumber dasar hukum pertama, yang didalamnya berisi garis besar syariat, dan hadis merupakan dasar hukum kedua, yang di dalamnya berisi penjabaran dan penjelasan Al-Quran. Dengan demikian antara hadis dan Al-Quran mempunyai hubungan yang sangat erat yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan lainnya. Di dalam Alquran kita diperintahkan shalat, namun dalam Al-Quran tidak dijeaskan bagaimana tata cara shalat, rukun-rukunnya, dan kapan waktu pelaksanaan shalat.
Berdasarkan hal itu kedudukan hadis tidak dapat diragukan baik dari segi penegasan Al-Quran maupun Hadis Nabi Muhammad saw. Dari itu kami disini akan sedikit menjelaskan Konsep-konsep dasar seputar Hadis dan Ilmu Hadis.

b.          Rumusan Masalah

·         Jelaskan Gambaran Umum tentang Hadis!
·         Jelaskan Konsep-konsep dasar seputar Hadis-Ilmu Hadis!
·         Apa saja yang menjadi Syarat-syarat penerimaan dan periwayatan Hadis?
·         Bagaimana Tatacara periwayatan Hadis?
·         Apa saja Sifat-sifat yang harus dimiliki perawi Hadis?


PEMBAHASAN

a.           Gambaran Umum Tentang Hadis
1.      Hadist
Kata hadist atau al-hadis menurut bahasa berarti الجد يد (sesuatu yang baru). Di samping itu kata ini juga mengandung arti القريب (dekat), yaitu sesuatu yang dekat, yang belum lama terjadi dan juga berarti الخبر (berita), yaitu sesuatu yang di percakapkan dan diberitakan dari seseorang kepada orang lain.
Secara terminologis, hadits oleh para ulama diartikan sebagai segala yang disandarkan pada nabi baik berupa perkataan, ,perbuatan, persetujuan, atau sifat-sifatnya.[1] Namun sebagian ulama lain berpendapat bahwa hadits hanya terbatas ucapan dan perbuatan nabi saja, sedangkan persetujuan dan sifat-sifatnya tidak termasuk hadits karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan sahabat. [2]
Pengertian hadits menurut masing-masing ulama itu berbeda-beda. Pengertian ulama ushul berbeda dengan yang dimaksud oleh ulama hadist dan fikih. Hal itu tampak apabila ditelusuri kajian-kajian yang mereka lakukan berkenaan dengan hadist nabi .Ulama hadist membahas segala sesuatu dari Nabi saw. dalam kapasitas beliau sebagai imam yang memberi petunjuk, pemberi nasehat, sebagai suri tauladan, dan penuntun. Sehingga mereka mengambil segala sesuatu yang berkenaan dengan Nabi saw. baik berupa tingkah laku, cirri fisik, pembawaan, sabda dan perbuatan. Baik membawa konsekuensi hukum syari’at maupun tidak.
Ulama ushul fiqh memandang Nabi saw. Sebagai penetap hukum islam dan peletak kaedah-kaedah bagi para mujtahid dalam penetapan hukum islam. Oleh karena itu, yang menjadi perhatian serius mereka adalah sabda, perbuatan, dan taqrir beliau yang membawa konsekuensi hukum dan penetapannya.
Sementara ulama fikih memandang Nabi saw. dari sisi perbuatannya yang bermuatan hukum syara’. Mereka mengkaji hukum syara’ yang berkenaan dengan perbuatan manusia, baik dari segi wajib, haram, mubah atau pun yang lainnya.
Jadi, dapat simpulkan bahwa hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
Selain Hadits, adapula istilah lain yang sering muncul, ciantarnya adalah Sunnah, Khabar, Atsar. Apa itu Sunnah, Khabar, Atsar?

  • Sunnah

Menurut bahasa, sunnah berarti jalan, aturan, cara berbuat. Al jurjani mengartikan sunnah secara bahasa yakni jalan yang di ridhai, dan berarti kebiasaan. Pengertian sunnah secara bahasa ini sejalan dengan hadis Nabi saw. Yang diriwayatkan oleh Jarir bin Abdullah :

“Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala(dari perbuatan itu) dan pahala orang yang menirunya setelah dia, dengan tidak mengurangi palaha mereka sedikitpun. Dan barang siapa melakukan suatu perbuatan yang jelek, ia akan menanggung dosanya dan dosa orang yang menirukannya, dengan tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun .(H.R Muslim)
Sedangkan sunnah menurut istilah muhadditsun ialah segala yang dinukilkan dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu sebelum Nabi saw. diangkat menjadi Rasul, maupun sesudahnya. 


  • Khabar

Khabar menurut bahasa berarti berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Menurut Ibn Hajar al-asqalani yang dikutip as-Suyuthi, bahwa istilah hadis sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu,mauquf,fan maqthu’. Ulama lain, mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang dari selain Nabi saw. Disebut hadis. ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadis lebih umum dari khabar. untuk keduanya berlaku kaidah umum dari khabar . untuk keduanya berlaku kaidah umum dan khusus, yaitu bahwa tiap-tiap hadis dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dapat dikatakan hadis.
·         

  •  Atsar

Atsar menurut bahasa berarti bekasan sesuatu , atau sisa sesuatu , dan berarti nukilkan (yang dinukilkan).sesuatu doa umpamannya yang dinukilkan dari Nabi dinamai doa ma’tsur. Secara istilah , terjadi terjadi perbedaan pendapat antara ulama . Jumhur ahli hadis mengatakan bahwa atsar sama dengan khabar , yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. Sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan bahwa atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.
Keempat istilah ini yaitu hadis, sunnah, khabar, atsar, menurut jumhur ulama hadis, dapat dipergunakan untuk maksud yang sama, yaitu bahwa hadis disebut juga dengan sunnah, khabar atau atsar. Begitu pula halnya sunnah dapat disebut dengan hadis, khabar atau atsar. maka hadis mutawatir dapat juga disebut dengan sunnah mutawatir atau khabar mutawatir . begitu juga hadis shahih dapat disebut dengan sunnah shahihah, khabar shahih,atsar shahih .
Tetapi berdasarkan penjelasan mengenai hadis, sunnah, khabar, dan atsar ada sedikit perbedaan yang perlu diperhatikan antara hadis dan sunnah dan juga perbedaan antara hadis dengan khabar dan atsar. Perbedaan-Perbedaan pendapat ulama tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut :

  • Hadis dan sunnah : Hadis terbatas pada perkataan, perbuatan, taqrir yang bersumber dari Nabi saw. baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, atau pejalan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya . 
  • Hadis dan Khabar : Sebagian ulama hadis berpendapat bahwa khabar sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada selain Nabi saw. Hadis sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi saw. Tetapi ada ulama yang mengatakan khabar lebih umum daripada hadis, karena perkataan khabar merupakan segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi saw, maupun dari yang selainnya, sedangkan hadis khusus bagi yang diriwayatkan dari Nabi saw saja. Ada juga pendapat yang mengatakan, khabar dan hadis, digunakan untuk berita yang sampai atau berasal dari Nabi saja, sedangkan yang diterima dari sahabat dinamai atsar .
  • Hadis dan Atsar : jumhur ulama berpendapat bahwa atsar sama artinya dengan khabar dan hadis. ada juga ulama yang berpendapat bahwa atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. sahabat dan tabi’in. Az-Zarkasyi, memakai kata atsar untuk hadis mauquf. Namun membolehkan memakainya untuk perkataan Rasul saw. (hadis marfu). Dengan demikian, hadis sebagai sesuatu yang berasal atau disandarkan kepada Nabi saw. saja. sedangkan atsar sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. sahabat dan tabi’in


b.          Konsep-Konsep Dasar Seputar Hadis

  • Sanad

Sanad dari segi bahasa berarti bagian bumi yang menonjol, dan sesuatu yang berada dihadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda memandanginya. Bentuk jamaknya adalah asnad.  Segala sesuatu yang anda sandarkan kepada yang lain di sebut musnad. Sedangkan menurut istilah  berarti jalan yang menyampaikan kepada matan hadist, yakni rangkaian para perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya.
Istilah isnad berarti menyandarkan atau mengangkat hadist kepada pengucapnya, yakni menjelaskan jalur matan dengan periwayatan hadist secara berantai. Namun kadang kata isnad di artikan semakna dengan sanad, yaitu proses penggunaan mashdar dengan arti bentuk maf’ul , seperti kata al-khalq yang di artikan dengan makhluk. Karena itu kita sering mendengar para ahli hadist menggunakan kata isnad dan sanad dengan satu makna.


  • Matan

Secara etimologi berarti segala sesuatu yang keras bagian atasnya. Bentuk jamaknya matun dan mataan. Adapun yang di maksud dengan matan dalam ilmu hadist adalah perkataan yang di sebut di akhir sanad dengan kata lain matan adalah redaksi atau teks hadist itu sendiri.

  • Rawi

Kata rawi atau al-rawi berarti orang  yang meriwayatkan atau memberikan hadist. Sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang hamper sama. Sanad sanad hadist pada tiap tiap thabaqat atau tingkatannya juga di sebut rawi, jika yang dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadist. Begitu pula setiap rawi pada tiap tiap thabaqatnya merupakan sanad bagi thabaqat berikutnya. Yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan dan pentadwinan hadist. Orang yang menerima hadist dan menghimpunnya dalam suatu kitab tadwin di sebut dengan perawi dengan demikian perawi dapat di sebut mudawwin (orang yang membukukan dan menhimpun hadist). Adapun orang yang menerima hadist dan hanya menyampaikannya kepada orang lain, tanpa membukukannya, disebut sanad hadist. Berkaitan dengan ini dapat dikatakan bahwa setiap sanad adalah rawi pada tiap tiap thabaqatnya, tetapi tidak setiap rawi disebut sanad hadist. Selain itu, dalam penyebutaannya, yang di sebut sanad pertama adalah orang yang langsung menyampaikan hadist tersebut kepada penerimanya, sedangkan yang di sebut rawi pertama adalah para sahabat Nabi saw. dengan demikian, penyebutan silsilah antara kedua istilah ini merupakan kebalikannya. Artinya, rawi pertama adalah sanad terakhir, dan sanad pertama adalah rawi terakhir.
Untuk memperjelah uraian tentang sanad, rawi, matan diatas dapat di lihat contoh berikut :

Artinya : telah menceritakan pada kami al-Humaidi Abdullah bin Zubair, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Sufyan, ia berkata : telah menceritakan kepada kami Yahya bin said al-Anshori, ia berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Ibrahim at-Taimi, bahwa ia mendengar al-Qomah bin waqqash al-Laitsi , berkata : aku telah mendengar umar bin khattab r.a,berkata di atas mimbar:”Akutelah mendengar rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung pada niatnya, bagi setiap orang(akan mendapat ganjaran) sesuai dengan yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrahnya kepada dunia, maka ia akan mendapatkannya. Atau, kepada wanita yang akan dinikahinya(dalam riwayat lain: mengawininya ), maka hijrahnya itu kepada sesuatu yang karenanya ia hijrah” ... (HR. Bukhari).
Keterangan :
·         Warna kuning melambangkan Sanad dari suatu Hadits
·         Warna hijau melambangkan Matan/isi dari suatu Hadits
·         Warna kuning melambangkan Periwayat(Rawi) dari suatu Hadits
c.            Syarat-Syarat Periwayat Hadis
Ahli hadis, ahli uhsul, dan ahli fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayat hadis, yakni sebagai berikut:
1.      Islam
Pada waktu meriwayatkan suatu hadis, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut ijma, periwayatan kafir tidak sah. Seandainya perawinya seorang fasik saja kita disuruh bertawaquf, maka lebih-lebih perawi yang kafir. Kaitannya dengan masalah ini bisa kita bandingkan dengan firman allah sebagai berikut :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ 
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S, Al-hujurat (49) : 6)
2.      Baligh
Yang dimaksud dengan baligh ialah perawinya cukup usia ketika ia meriwayatka hadis, walau penerimanya sebelum baligh. Hal ini didasarkan pada hadis rasul :“ Hilangkan kewajiban menjalankan syari’at islam dari tiga golongan, yaitu orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur sampai ia bangun dan anak-anak sampai ia mimpi”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
3.      ‘Adil
Yang dimaksud dengan adil adalah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang yang menyebabkan orang yang mempunyai sifat tersebut, tetap taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan sebagian dosa kecil, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang mubah, tetapi tergolong kurang baik dan selalu menjaga kepribadian.
4.      Dhabit/kuat Hafalannya
Dhabit ialah keterjagaan seorang perawi pada saat menerima hadits, memahaminya ketika mendengarnya, dan menghafalnya sejak menerima hadits sampai menyampaikannya kepada orang lain.

d.          Tata Cara Periwayatan Hadis

1.      Bil Lafadzi
Periwayatan hadis dengan lafadz dimaksudkan adalah periwayatan hadis dengan menggunakan lafadz sebagaimana Rasulullah SAW tanpa ada penukaran kata, penambahan dan pengurangan sedikitpun walaupun hanya satu kata. Riwayat hadis dengan lafal ini sebenarnya tidak ada persoalan, karena sahabat menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan dan pada saat itu sahabat langsung menulis atau menghafalnya
2.      Bil Ma’na
Periwayatan hadist dengan ma’na dimaksudkan agar tidak adanya perubahan makna pada hadist tersebut, Dalam mendeskripsikan tingkah laku nabi yang disaksikan oleh para sahabat, boleh jadi akan muncul reaksi yang berbeda kendati maksudnya sama. Bahkan karena kemampuan daya tangkap masing-masing sahabat berbeda, maka boleh jadi kesimpulannya juga berbeda.


e.            Syarat-Syarat Hadis

1.      Sanad Bersambung
2.      Periwayat harus ‘Adil
Para ulama berpendapat criteria seseorang dikatakan ‘adil adalah : Beragama islam, baligh, berakal, takwa, memelihara muru’ah, teguh dalam beragama, tidak berbuat dosa besar, tidak berbuat maksiat, tidak berduat bid’ah, dan tidak berbuat fasik.
3.      Dhabith
Secara bahasa dhabit artinya kokoh, kuat, yang hafal dengan sempurna. Ibn Hajar al-‘Asqalani dan al-Sakhawi menyatakan bahwa seseorang disebut dhabith adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengar dan mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dia kehendaki.
4.      Tidak Syadz (Tidak menyeleweng atau menyimpang)
5.      Terhindar dari ‘Illat
‘Illat secara bahasa artinya cacat, kesalahan baca, penyakit dan keburukan. Contohnya adalah pada Hadits Shahih berikut:”Barang Siapa yang mendapati 1 rakaat pada shalatnya, maka ia mendapati sholatnya”.
Sedangkan pada Hadits yang mengandung unsur illat adalah “Siapa yang mendapati 1 rakaat pada Shalat Jumat maka ia mendapati Shoaltnya”.
Adanya kata Jum’at pada hadits tersebut merupakan illat/penyakit sehingga dapat merusak makna dari sebuah Hadits. Nabi mengatkan pada Hadits pertama adalah pada setiap/semua shalat yang kita kerjakan, sedangkan pada hadits yang kedua hanya mengkhususkan di Shlat Jum’at saja.




PENUTUP

a.           Kesimpulan
Hadis adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW. baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Untuk memahami hadits, kita harus mengetahui konsep-konsep dari hadits. Konsep hadits adalah adanya sanad, matan, rawi. Untuk bisa di jadikan sandaran akan sebuah hadits, ada syarat-syarat periwayat hadits, yaitu : Islam, Baligh, adil, dan dhabit. Suatu hadits bisa di riwayatkan dengan Bil-Lafdzi dan bil-ma’na.  Adapun Syarat-Syarat yang harus dimilikidari  Hadis adalah :
1.      Sanad Bersambung
2.      Periwayat harus ‘Adil
3.      Dhabith
4.      Tidak Syadz (Tidak menyeleweng atau menyimpang)
5.      Terhindar dari ‘Illat
b.          Kritik & Saran
Dari makalah yang kami bahas di atas mungkin masih banyak sekali terdapat kesalahan dan kekurangan baik itu di segi tulisan, kalimat dan bahasa.Oleh sebab itu mohon kritikan dan sarannya yang bersifat membangun agar pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.



DAFTAR PUSTAKA


An-Nawawi, Imam (2014), Syarah Shahih Muslim, Jakarta: Darus Sunnah Press
Hasan, A.Qadir (2002), Ilmu Mushtholah Hadist, Bandung: Diponegoro
Ismail, M.Syuhudi (1991), Cara Praktis Mencari Hadis, Jakarta: PT Bulan Bintang
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Al-Sunnah Qabl Al-Tadwin(Beirut:Dar Al-Fikr, 1971 M)
Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Ushl Al-Hadits ‘Ulumuh Wa Musthalahuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989 M)
Nashr Abu ‘Athaya (Ed.) Kitab Majmu’ah Rasail Fi ‘Ulum Al-Hadits, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Lmiyah, 1993)
Thahhan, Mahmud (2007), Intisari Hadis, Malang: UIN Malang Press
Zarkasih (2011), Pengantar Studi Hadis. Yogyakarta: Aswaja Pressindo


[1] Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib, Al-Sunnah Qabl Al-Tadwin (Beirut : Dar Al-Fikr, 1971 M), Hlm. 20 Juga Pengarang Yang Sama, Ushl Al-Hadits ‘Ulumuh Wa Musthalahuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1989 M) Hlm. 226-227.
[2] Nashr Abu ‘Athaya (Ed.) Kitab Majmu’ah Rasail Fi ‘Ulum Al-Hadits, (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Lmiyah, 1993), Hlm.8,

Comments

Popular posts from this blog

Metode Pemahaman Hadits

Klasifikasi Hadits

Dalil kehujjahan Sunnah