Islam,Iman dan Ihsan

Pendahuluan

1.      Latar belakang

Hadits atau sunnah merupakan segala sesuatu yang di sandarkan kepada diri Rasulullah SAW. Baik itu berupa ucapan, perkataan, sikap kebiasaan , keputusan maupun yang lainnya. Hadits biasanya menjelaskan tentang sesuatu yang ada dalam Al-Qur’an.
Dalam makalah ini kami membahas keimanan dan Aplikasinya dalam Kehidupan. Dalam makalah ini kami menggunakan beberapa hadits untuk menjelaskan tentang itu. Zaman sekarang banyak manusia yang meninggalkan hadits dalam petunjuk hidup. Banyak orang yang menggunakan prinsip barat dalam hal malu, menghargai tamu, bertutur kata dan menghormati tetangga. Sehingga terkadang, prinsip yang mereka gunakan itu bertentangan dengan sunnah Nabi SAW.

2.      Tujuan

Makalah ini memiliki beberapa tujuan yakni,
·         Mahasiswa mampu memahami kandungan Hadis-hadis tentang Islam, Iman, Ihsan dan Hari Akhir
·         Mahasiswa mampu memahami kandungan Hadis-hadis tentang rasa malu sebagian dari Iman
·         Mahasiswa mampu memahami kandungan Hadis-hadis tentang sikap dalam menghadapi tamu, tetangga dan bertutur kata.

3.      Rumusan masalah

·         Bagaimana kandungan hadits tentang Islam,Iman, Ihsan dan Hari Akhir ?
·         Bagaimana kandungan Hadits tentang Malu sebagian dari Iman ?
·         Bagaimana kandungan Hadits tentang sikap dalam menghadapi tamu, tetangga dan bertutur kata ?










Pembahasan

A.    Islam, Iman, Ihsan dan Hari Akhir


Sebelum memasuki pengertiannya, terlebih dahulu kita memahami hadits Rasulullah berikut ini.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ  إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَ سْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الْاِ سْلَامِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلْاِسَلَامُ اَنْ تَشْهَدُ اَنْ لَا إِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اَنَّ مُحَمَّدَا رَّسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتُقِيْمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ سْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلَا, قَالَ : صَدَقْتَ, قَالَ: فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ, قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَ رَسُوْلِهِ وَالْيَوْمِ الْأَخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِخَيْرِهِ وَشَرِّهِ, قَالَ : صَدَقْتَ, قَالَ:
فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الْإِحْسَانِ , قَالَ: أَنْ تَعْبُدَاللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ, قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ, قَالَ: مَاالْمَسْئُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ ,قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ اَمَارَتُهَا,قَالَ: أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتَ مَلِيًّا ثُمَّ قَالَ لِيْ: يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِلُ, قُلْتُ : اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ, قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ
Artinya : Dari Umar bin al-Khatab r.a. ia mengatakan,”Pada suatu hari ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat padanya bekas perjalanan jauh, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Kemudian ia menghampiri Nabi SAW lalu menyandarkan kedua lututnya pada dua lutut beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua paha beliau seraya mengatakan, ‘Wahai Muhammad, kabarkan kepadaku tentang Islam.’Rasulullah SAW menjawab,’Islam ialah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak di sembah kecuali Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu menempuh perjalan kepaadanya.’ Ia mengatakn, ‘Kamu benar.’ Perowi berkata, ‘Kami heran kepadanya, ia bertanya kepadanya dan membenarkannya. Ia berkata lagi, ‘Sampaikan kepadaku tentang iman, ‘Beliau menjawab, ‘ Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, Hari Akhir, dan beriman kepada qadar, baik dan buruknya.’ Ia berkata, ‘Kamu benar,’ Ia berkata, ‘Sampaikan kepadaku tentang ihsan.’ Beliau menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihatNya. Jika kamu tidak melihatNya, maka Dia melihatmu.’ Ia berkata, ‘ Sampaikan kepadaku tentang Kiamat.’ Beliau menjawab, ‘Orang yang ditanya tentang Kiamat tidak lebih tahu dibandingkan orang yang bertanya.’Ia mengatakan, ‘Sampaikan kepadaku tentang tanda-tandanya.’ Beliau menjawab, ‘Bila sahaya wanita melahirkan tuannya, dan bila kamu melihat mereka berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing bermegah-megahan dalam bangunan. Kemudin laki-laki itu pergi, tapi aku masih tecengang cukup lama. Kemudian beliau bertanya kepada ku, ‘wahai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya yadi?’ Aku menjawab, ‘Allah dan RasulNya yang lebih tahu. ‘Brliau bersabda, ‘Ia adalah jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian’. (HR. Muslim)

Dari hadits di atas, imam an-Nawawi mensyarahkan. Iman menurut bahasa ialah kepercayaan secara umum. Sedangakan menurut syariat ialah ungkapan tentang kepercayaan khusus yaitu mempercayai Allah, malaikat-malaikatnya, kitab-kitabnya, rasul-rasulnya, hari akhir, dan qadar baik dan buruknya.Adapun Islam adalah ungkapan tentang melakukan kewajiban yaitu pada amalan zahir. Allah membedakan antara iman dan islam sebagaimana dalam hadist ini[1]. Allah berfirman
 ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór&# ÇÊÍÈ  
14. orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk',
Imam Ibnu Daqiq juga mensyarah hadits ini, dia menjelaskan tentang Ihsan.Konklusinya merujuk kepada kemantapan ibadah, memelihara hak-hak Allah, merasakan pengawasanNya, dan merasakan kebesaran serta keagunganNya pada saat beribadah.[2] Sehingga, apabila kita beribadah, hendaklah kita selalu melakukan ibadah dengan baik karena kita merasa di awasi oleh Allah SWT.
Syaik Ibnu Utsaimin jug mensyarahkan hadits ini, dia mengatakan bahwa ada sejumlah faidah yang dapat di petik dari hadits di atas, di antaranya:
1.      Di antara perilaku  Nabi SAW ialah bergaul dengan para sahabatnya. Perilaku ini menunjukkan atas baiknya akhlak Nabi SAW
2.      Manusia itu semestinya berinteraksi dengan orang lain dan bergaul, serta tidak menghindari mereka.
3.      Bergaul bersama orang lain itu lebih lama daripada menyendiri (uzlah ),selagi seseorang tidak mengkhawatirkan atas agamanya.
4.      Malaikat bisa meanampakkan wujudnya kepada manusia dalam rupa manusia, karena jibril as muncul di hadapan para sahabat dalam kriteria yang di sebutkan dalam hadits: seorang pria yang sangat hitam rambutnya, sangat putih pakaiannya, tidak terlihat bekas perjalanan jauh padanya, dan tidak ada seorang pun dari para sahabat yang mengenalnya.
5.      Etika anak didik harus baik di hadapan pendidiknya, dimana Jibril as duduk sedemikian rupa di hadapan Nabi SAW yang menunjukkan atas etika, menyimak, dan siap untuk menerima segala yang di sampaikan kepadanya. “Kemudian ia menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau, serta meletakkan kedua telapak tangannya diatas kedua pahanya.”
6.      Boleh memanggil Nabi dengan namanya, berdasarkan ucapan Jibril, “ Wahai Muhammad”.
7.      Seseorang boleh bertanya tentang apa yang diketahuinya dengan tujuan untuk memberitahu siapa yang belum tahu.
8.      Orang yang menjadi sebab tidak ubahnya sebagai pelaku secara langsung, jika keberlangsungan tersebut berdasarkan pada sebab.
9.      Penjelasan bahwa Islam memiliki lima rukun
10.  Setiap orang harus bersaksi dengan lisannya serta meyakininya dengan hatinya bahwa tiada tuhan selain Allah ( la ilaha illallah )
11.  Agama ini tidak sempurna kecuali dengan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
12.  Rasulullah SAW menghimpun persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dalam satu rukun.
13.  Keislaman hamba tidak sempurna sehingga mendirikan shalat. Mendirikan shalat ialah melaksanakannya dengan istiqamah sesuai syariat.
14.  Islam tidak sempurna kecuali dengan menunaikan zakat.Zakat ialah harta yang di wajibkan (diambil) dari harta-harta zakat, dan ditunaikan, yaitu diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
15.  Utusan Allah dari bangsa malaikat menyifati utusan Allah dari bangsa manusia. Muhammad SAW dengan kebenaran. Jibril benar ketika menyifatinya dengan kebenaran, karena Nabi SAW adalah makhluk yang paling benar.
16.  Kecerdasan para sahabat di mana ( ditujukan ketika ) mereka kagum bagaimana seorang penanya membenarkan siapa yang ditanya ? Pada asalnya penanya itu tidak tahu, dan orang yang tidak tahu tidak mungkin menghukumi suatu ucapan sebagai benar atau salah. Tetapi keheranan ini lenyap ketika Nabi SAW bersabda هَذَا جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ ( Ini jibril datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian)
17.  Iman itu mencakup enam perkara, yaitu: beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, RasulNya, Hari Akhir, dan qadha dan qadhar , yang baik dan buruknya.
18.  Pembedaan antara Islam dan Iman. Ini ketika  keduanya disebut secara bersamaan. Beliau menafsirkan islam sebagai amalan-amalan anggota badan, dan iman sebagai amalan-amalan hati.
19.  Iman kepada Allah adalah rukun iman terpenting dan teragung. Karena itu, Nabi SAW mendahukannya, lewat sabdanya, أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ ( kamu beriman kepada Allah )
20.  Menetapkan eksistensi malaikat. Malaikat adalah makhluk ghaib yang disifati Allah SWT dengan berbagai sifat dalam al-Qur’an, dan disifati oleh Nabi SAW dalam as-Sunnah.
21.  Wajib beriman kepada kitab-kitab yang di turunkan Allah kepada para rasulNya.
22.  Wajib beriman kepada para rasul. Kita beriman bahwa semua rasul yang di utus oleh Allah adalah hak. Mereka datang dengan membwa kebenaran, benar dalam apa yang mereka sampaikan, lagi benar dengan apa yang di perintahkannya.
23.  Beriman kepada Hari Akhir, dan Hari Akhir ialah Hari Kiamat.
24.  Wajib beriman kepada qadar yang baik dan buruknya.
25.  Allah SWT telah menentukan apa yang terjadi hingga Hari Kiamat 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.
26.  Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Tuhannya dengan peribadatan  ( menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihatNya,. Ia ingin sampai kepadaNya. Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika ia tidak sampai kepada keadaan ini, maka kepada keadaan kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan peribadatan rasa takut terhadap siksaNya.
27.  Pengetahuan tentang Hari Kiamat itu tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Barangsiapa yang mengklaim mengetahuinya maka ia berdusta.
28.  Hari Kiamat itu memiliki tanda-tanda, sebagaimana FirmanNya,
ö@ygsù tbrãÝàZtƒ žwÎ) sptã$¡¡9$# br& NåkuŽÏ?ù's? ZptGøót/ ( ôs)sù uä!%y` $ygèÛ#uŽõ°r& 4
18. Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena Sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. ( Muhammad: 18 ). Asyratuha bermakna tanda –tandanya.

Para ulama membagi tanda-tanda Kiamat menjadi tiga macam:

Pertama, yang sudah berlalu. Kedua, yang senantiasa muncul dalam bentuk yang baru. Ketiga, tidak datang kecuali persis menjelang Kiamat, yaitu tanda-tanda besar, seperti turunnya Isa putera maryam, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, dan terbitnya matahari di tempat terbenamnya. Nabi SAW menyebutkan di antara tanda-tandanya, yaitu sahaya wanita melahirkan tuan putrinya. Yakni, wanita sebagai sahaya lalu melahirkan anak wanita, lalu wanita ini menjadi kaya sehingga memiliki semisal ibunya. Ini kiasan tentang cepatnya banyak harta dan tersebarnya di tengah manusia
29.  Nabi SAW mendidik dengan baik dimana beliau bertanya kepada para sahabat, apakah mereka mengetahui penanya ini ataukah tidak ? Demi tujuan untuk memberitahu mengenainya. Ini lebih mendalam daripada sekiranya beliau langsung memberitahu kepada mereka, kemudian memberitahu, maka itu telah mendorong  untuk memahami dan mengingat apa yang beliau katakan
30.  Orang yang bertanya tentang suatu ilmu dinilai sebagai pengajar, dan ini telah di singgung sebelumnya. Tetapi saya ingin menjelaskan bahwa manusia itu seyogyanya bertanya tentang apa yang dibutuhkan oleh manusia, walaupun ia seorang alim, demi supaya ia mendapatkan pahala karena memberitahukan. Wallahul muwaffiq.[3]

B.     Malu sebagian dari iman


عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ عُقْبَةَ  بْنِ عَمْرٍ وَالْأَنْصَارِ الْبَدْرِيْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيِّ صَلَى اللُه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَاِم النُّبُوَّةِ الْأُوْلَى, إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَاشِئْتَ 

Artinya : Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshari  Al-Badri r.a. mengatakan rasulullah.SAW bersabda : salah satu perkara yang telah diketahui manusia dari ucapan para nabi terdahulu: jika  kamu tidak malu, maka lakukakanlah yang kamu suka(HR. Al- Bukhari)
Imam an-Nawawi mensyarahkan. Ia berkata, sabda nabi (jika kamu tidak malu, maka lakukan sesukamu) Artinya, jika kamu hendak melakukan sesuatu; bila ia termasuk perkara yang tidak membuat malu untuk dikerjakan, baik terhadap Allah maupun manusia,  maka lakukan lah. Jika tidak, maka jangan lakukan. Pada hadits  inilah berputar poros islam seluruhnya. Berdasarkan hadits ini, maka sabdanya “maka lakukan apa yang kamu suka” adalah perintah mubah. Karena jika perbuatan itu tidak dilarang secara syar’i, ia adalah mubah. Sebagian ulama ada yang menafsirkan hadits ini, bahwa jika kamu tidak malu kepada Allah dan tidak merasa mendapat pengawasaan Nya, maka ikuti keinginan nafsumu dan lakukan sesukamu . dengan demikiian, perintah untuk tahdid (ancaman) bukan kebolehan. Ini seperti firmannya,
 4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï©  
Artinya: Perbuatlah apa yang kamu hendaki( QS:Fushilat:40)
Dan firmannya,
øÌøÿtFó$#ur Ç`tB |M÷èsÜtGó$# Nåk÷]ÏB y7Ï?öq|ÁÎ/
64. Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu ( Al – Isra’ : 64 )
Imam ibnu daqiq berkata: Makna sabdanya,مِنْ كَلَامِ النُبُوَّةِ الْأُولَى  nabi bersabda, bahwa malu itu senantiasa terpuji, dinilai baik lagi diperintah kan, yang tidak dihapus dalam berbagai syariat para nabi terdahulu.
Sabdanya فَاصْنَعْ مَاشِئْتَ  (lakukan apa yang kamu suka) didalam nya terdapat dua tujuan:
Pertama, lafazh tersebut berbentuk perintah dengan makna ancaman, dan tidak di maksudkan sebagai perintah, seperti firmanNya, اَعْمَلُوْا مَاشِئْتُمْ “perbuat lah apa yang kamu kehendaki”. Ini ancaman, karena Allah telah menjelaskan kepada mereka tentang apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka tinggalkan. Jua seperti sabda Nabi,
مَنْ بَاعَ الْخَمْرَ فَلْيُشَقِّصِ الخَنَازِيْرَ
“barang siapa yang menjual khamar, hendaklah is memotong-motong babi.”
Di dalam hadists ini tidak ada kandungan yang membolehkan memotong babi.
Kedua, maknanya, kerjakan segala yang tidak membuat malu ketika pelakunya menampakkannya. Senada dngan ini, iyalah sabda beliau,
اَلْحَيَاءُ مِنَ الْإِيْمَانِ
“ malu itu sebaian dari man”
Artinya, ketika malu itu menghalang pelakunya dari berbagai kenistaan dan membawanya kepada kebajikan, sebagaimana iman menghalanginya orang yang beriman dari kenistaan tersebut dan membawanya kepada ketaatan maka berkedudukan sebagai iman karena menyamainya dalam hal itu. Wallahu a’lam
Syaikh ibnu utsaimin berkata tentang Sabda Nabi SAW di atas.Yakni, salah satu peninggalan para nabi terdahulu yang terdapat pada umat-umat sebelumnya, dan di akui syariat ini: (jika kamu tidak malu, maka lakukan apa yang kamu suka.) artinya, jika kamu melakukan sutu perbuatan yang tidak membuat malu, maka lakukan sesukamu, ini salah satu dari dua tinjauan.Yakni, lakukanlah daam pengertian ini.
Aspek kedua, jika mansia tidak merasa malu , maka iya melakukan sesukanya dan tidak peduli. Keda maka ini benar.
Dari hadits ini dapat di petik faidah:
Rasa malu iti merupakan salah satu perkara yang dibawa oleh syariat-syariat terdahulu, dan manusa semestinya ersikap tegas. Jika sesuat tidak membuat malu, maka silahkan melakukannya. Kemutlakan ini dibatasi dengan sesuatu yang bila di kerjakan akan mendatangkan kerugian. Ia melarangkan dikerjakan, karna mengkhawatirkan mafsadahnya.[4]

C.    Sikap dalam menghadapi tamu, tetangga dan bertutur kata

a.      Menghadapi Tamu

Memliakan tamu merupakan akhlak yang baik dan perilaku yang baik. Memuliakan tamu merupakan akhlak para nabi dan oarang-orang beriman. Apabila dalam memuliakan tamu didorong oleh niat mendapatkan ridho dan pahala dari allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah s.a.w.
 Nabi kita s.a.w. sangat memuliakan tamu baik ketika beliau sebelum menjadi nabi atau sesudahnya. Rasulullah s.a.w. telah di ciptakan sebagai manusia yang memiliki karakter yang baik.
Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَ خِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَ خِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَ خِرِفَلْيَقُلْ خيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir , maka jangan menyakiti tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam” (HR. Bukhari dan Musim)
Rasulullah berkata kepada Abdullahibn Amru r.a “ sesungguhnya tamumu punya hak atas engkau”  (HR. Bukhari dan Musim)
Dalam hal menganjurkan berbuat baik kepada tamu tidak membatasi kepada tamu yang muslim saja. Anda boleh memenuhi undanga orang kafir jika anda di undang dalam sebuah jamuan. Nabi s.a.w. di undang oleh seorang wanita Yahudi dalam sebuah jamuan, dan beliau meneriam undangan itu. (HR. Bukhari dan Musim)
Perhatikan lah besarnya hak tamu dalam hadits-hadits berikut: dari Uqban ibn amir, dia beerkata, “ kami berkata kepada Nabi s.a.w. ‘engkau mengutus kami kepada kaum  yang tidak menyuguh kan kami. Bagaimana pendapat engkau? ‘ kemdian beliau berkata kepada kami, ‘ jika kalian mampir pada suatu kaum, kemudian mereka melakukan apa yang layak bagi tamu , maka terimalah. Jika mereka tidak melakukan itu, maka ambillah hak tamu dari mereka. (HR. Bukhari ). Dan ini seolah mengisyaratkan bahwa jika tuan rumah tidak memuliakan tamu, maka ia termasuk oarang yang zalim.
Dari Abu Hurairah r. a., sesngguhnya Rasululllah s.a.w. berkata:
أَيُّمَ ضَيْفٍ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَأَ صْبَحَ الضَّيْفُ مَحْرُو مًا فَلَهُ أَنْ يَأْ خُزُ بِقَدْرِ قِرَاهُ وَلَ حَرَجَ عَلَيْهِ
barang siapa singgah pada suatu kaum dan ia tidak mendapatkan haknya sebagai seorang tamu, maka ia boeh mengambil jamuan sesuai kadarnya. Dalam hal seperti ini dia tidak berdosa” (HR.Ahmad)
Dalam menerima tamu, manusia terbagi menjadi dua golongan:
Pertama, golongan manusia yang senag meneriam tam dan nampak kegembiraan di wajah dan ucapannya dalam melayani mereka. Kebaikan ini tumbuh dari rasa cinta yang ada di hati. Mereka ini sangat menyadari bahwa segala kebaikan yang ada padanya adalah datang dari allah. Mereka yakin akan firman allah, “ apapun yang kalian dermakan, maka Allah pasti menggantinya. Dialah pemberi rezeki yang paling baik.”
Menghadapai manusia seperti ini, tentunya para tamu harus memberikan panghormatan atas kebaikan mereka, walaupun dengan ucapan , “ semoga Allah membalas kebaikan anda”.
Kedua, golongan manusia yang merasa susah bila ada tamu yang datang kepada mereka. Mereka tidak akan menghormati tamu denggan suguhan yang selayaknya. Wajahnya akan tampak cemberut  dslsm menghadapi tamu. Kami berlindung kepada Allah dari sifat bakhil dan kami berlindung kepada Allah dari orang-orang yang bakhil . jangan sampai anda dikumpulkan bersama mereka , wahai hamba-hamba Alah! [5]

b.      Sikap Terhadap Tetangga

Dari Aisyah RA,  dari Nabi SAW, beliau bersabda :
مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِيْ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
Artinya : Jibril terus menerus mewasiatkan kepadaku dengan tetangga, sampai-sampai aku mengira akan mewariskannya(HR. Muttafaq ‘alaih).
Ada perbedaan pendapat tentang pewarisan yang di sebutkan dalam hadits tadi. Ada yang mengatakan bahwa itu disertakan dalam pewarisan harta saat di  bagikan kepada kerabat, dan ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah menempati kedudukan yang setara dengan orang yang mewarisi dalam hal mendapat perlakuan dan sikap yang baik . Pendapat pertama, sudah jelas, itu sudah ada ketentuannya. Pendapat kedua,memang demikian, dari hadits ini dapat di pahami bahwa pewarisan tidak ada untuk tetangga.[6]
Dari penjelasan di atas, kita dapat ketahui bahwa kita haruslah berbuat baik terhadap tetangga kita seperti kita berbuat baik terhadap keluarga sendiri. Namun, siapa sajakah yang termasuk tetangga kita ? apakah hanya umat muslim ? apakah hanya penduduk asli ? atau apakah yang dekat saja ?
Tetangga mencakup yang muslim maupun yang kafir, ahli ibadah maupun fasik, orang asing maupun penduduk asli, kerabat maupun bukan kerabat, yang dekat maupun yang jauh. Masing-masing ada tingkatannya, dan yang paling tinggi adalah yang terhimpun padanya sifat-sifat keutamaan.[7] Setelah kita mengetahui siapa saja tetangga kita, bagaimanakah sikap kita terhadap tetangga kita itu ?
Dalam makalah kami ini, kami akan memberitahukan beberapa adab terhadap tetangga agar kita dapat mengAplikasinya dalam Kehidupankannya dalam kehidupan sehari-hari :
1.   Berusaha semaksimal mungkin memuliakan tetangga dan memerintahkan berbuat baik terhadapanya. Nabi SAW bersabda,
خَيْرُ الْأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِهِ,وَ خَيْرُ الْجِيْرَانِ [عِنْدَ اللهِ] خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
“sebaik-baikn teman di sisi Allah adalah yang paling baik kepada teman-temannya, dan sebaik-baik tetannga [di sisi Allah] adalah yang paling baik kepada tetangganya”
2.   Tetangga paling dekat yang ( temboknya) menempel memiliki hak lebih daripada tetangga jauh. Dari aisyah rah, bahwasanya beliau berkata,
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, اِنَّ لِيْ جَارَتَيْنِ, فَإِلَى أَيِّهِمَاأُهْدِي ؟ قَالَ: إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكِ بَابًا
“aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memilki dua tetangga; kepada siapa dari ?’ Beliau menjawab ‘ Kepada yang paling dekat pintunya darimu di antara keduanya’.
3.   Tidak melarang tetangga untuk sekedar menancapkan kayu atau menyandarkan sesuatu di temboknya, untuk membangun kamar atau semacamnya; berdasarkan sabda Nabi SAW ,
لَايَمْنَعْ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشْبَةً فِيْ جِدَارِهِ
“janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan sebuah kayu (galar) di temboknya”
4.   Haram mengganggu tetangga; berdasarkan sabda Nabi.SAW,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْاَخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, maka janganlah dia  mengganggu tetangganya”
5.   Memberinya dari sesuatu yang anda makan dan anda minu,
6.   Tidak menyebarkan rahasianya, menundukkan pandangan dari daerah larangannya ( bagian dalam rumahnya), dan memberikan hadiah-hadiah kepadanya.
7.   Mengucapkan selamat kepadanya dalam momen kegembiraan dan menolongnya ketika mengalami kesedihan.
8.   Tidak menutup pintu terhadap tetangga
9.   Hendaklah tetangga tidak kenyang (sendiri) tanpa mengajak tetangganya (ikut makan kenyang)
10.                       Tidak bermegah-megah di hadapannya dalam ketinggian rumahnya, sehingga tidak menutup sinar matahari dan udara dari (rumah)nya. Juga tidak berbuat zhalim kepada tetangga dengan menghilagkan atau merubah sesuatu; karena hal itu akan menyakitinya.
11.                       Memberinya nasihat dan arahan, juga memerintahkannya kepada kebaikan dan mencegahnya dari kemungkaran dengan penuh sikap hikmah ( bijak), wejangan yang baik, dan tidak mempublikasikannya atau mencelanya, juga tidak mencari-cari kealpaannya, dan senang dengan kekeliruannya, serta menutup mata dari kealpaan dan kesalahannya.
12.                       Hendaklah anda bersabar terhadap gangguan tetangga anda.[8]

c.       Bertutur Kata

Agama Islam merupakan agama yang paling sempurna. Islam sangat memperhatikan segala sesuatu agar membuat pemeluknya menjadi damai dan tentram. Islam juga menjelaskan aturan bertutur kata/ berbicara. Jika tutur kata kita baik, maka orang lain akan senang berkomunikasi dengan kita. Bagaimanakah cara bertutur kata yang baik, berikut ini merupaka aturan bertutur kata yang di sampaikan oleh Rasulullah SAW.
1.      Hendaklah seorang Muslim senantiasa menjaga llidahnya; berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwasanya Rasulullah bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يُضْحِكُ بِهَا جُلَسَاءَهُ، يَهْوِي بِهَامِنْ أَبْعَدِمِنَ الثُّرَيَا
“Sesungguhnya seseorang berbicara dengan perkataan yang membuat tertawa teman-teman duduknya, (tetapi itu bisa) membuatnya jatuh (ke dalam kebinasaan) lebih jauh dari bintang kartika.”
2.      Katakanlah yang baik atau diamlah; berdasarkan hadist Abu Hurairah, beliau berkata, Rasulullah bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِااللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِفَلْيَقُلْ خَيْرًاأَوْلِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”
3.      Dianjurkan untuk sedikit bicara; karena banyak berbicara adalah salah satu sebab terjatuh dalam dosa; berdasarkan sabda Nabi,
وَإِنَّ أَبْخَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّيْ مَجْلِسًايَوْمَ الْقِيَا مَةِ الثَّرْثَارُوْنَ
“Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh tempat duduknya di antara kalian dariku pada Hari Kiamat adalah orang-orang yang banyak bicara….”
4.      Waspada pada perbuatan ghibah (mengunjing); berdasarkan Firman Allah,
Ÿwur =tGøótƒ Nä3àÒ÷è­/ $³Ò÷èt/ 4
“….dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujarat: 12).
5.      Waspada dari namimah (adu domba); berdasarkan sabda Nabi,
لَايَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ.
“Tidak akan masuk surga orang yang gemar mengadu domba (namimah).

6.      Waspada dari sikap dusta; berdasarkan Firman Allah,
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%Ï»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ  

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang jujur.”(At-Taubah:119).
7.      Dilarang mengucapkan kata-kata keji dan memaksakan diri berkata keji, serta semua ucapan yang kotor; berdasarkan hadist,
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَاحِشًاوَلَامُتَفَحِّشًا.
“Nabi sama sekali bukanlah orang yang berkata keji dan memaksakan diri berkata keji.”
8.      Larangan membuat orang-orang tertawa dengan ucapan dusta; berdasarkan sabda Nabi,
وَيْلٌ لِلَّذِيْ يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ ؛ وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ
“Celakalah orang yang mengucapkan sesuatu lalu dia berdusta hanya untuk membuat orang-orang tertawa; celaka baginya, celaka baginya.”
9.       Mendahulukan yang lebih tua dalam berbicara, dan hendaklah perkataan itu dengan suara yang terdengar jelas, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu pelan, juga dengan ungkapan kalimat yang jelas dan dapat dipahami oleh semua orang , jauh dari bahasa yang sok difasihkan dan jauh dari sikap berlebihan.
10.  Tidak memotong pembicaraan; di mana Nabi pernah berbicara kepada orang-orang, lalu datanglah seorang Arab Badui bertanya kepada beliau tentang Hari Kiamat. Rasulullah terap meneruskan pembicaraannya , lalu ketika beliau telah usai(berbicara), maka beliau bertanya, “Mana tadi yang bertanya tentang Hari Kiamat?” Kemudian beliau menjawabnya.
11.  Melunakkan suara ketika berbicara. Allah berfirman
ôôÙàÒøî$#ur `ÏB y7Ï?öq|¹ 4
“dan lunakkanlah suaramu.”(Luqman:19).
12.  Memperhatikan perasaan orang lain. Imam Ibnul Qayyim berkata tentang mereka, “Di antara mereka ada orang yang pergaulannya adalah fanatisme ruh pribadi, yaitu orang yang berat (kebodohannya), dan otaknya penuh dengan kebencian yang dia tidak pandai berbicara supaya anda paham, dan tidak pula pandai menyimak agar dapat memahami anda; dia tidak mengenal dirinya sehingga bisa menempatkannya dengan benar.”[9]

Penutup

1.      Kesimpulan

Setelah kita membaca dan menyimak pembahasan diatas, maka kita dapa menarik beberapa kesimpulan, bahwa
1.      Islam terdiri dari lima perkara yaitu: mengakui tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji ke baitullah jika mampu
2.      Iman terdiri dari enam perkara yaitu:  Iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikatNya, kitabNya, RasulNya, , hari akhir dan qadha qadhar
3.      Malu, melayani tamu, menghormati tetangga dan bertutur kata yang baik merupakan Aplikasinya dalam Kehidupan keimanan dalam kehidupan
















Daftar Pustaka


al-, S. b.-H. (2006). Syarah ARBAIN AN-NAWAWI. Jakarta: Darul-Haq.
al-‘Adawy, M. (2007). Fikih Akhlak. Jakarta: Qisti press.
Al-Ausyan, M. S. (2014). PANDUAN LENGKAP & PRAKTIS ADAB & AKHLAK ISLAMI. Jakarta: Darul Haq.
Haqqi, A. M. (2003). SYARAH 40 HADITS Tentang Akhlak. Jakarta: PUSTAKA AZZAM.






[1] Sayyid bin Ibrahim al-Huwaithi, Syarah ARBAIN AN-NAWAWI, DARUL HAQ, Jakarta,2006, hlm.32
[2] Ibid, hal.43.
[3] Ibid.
[4] Ibid. hlm.205-208
[5] Musthafa al-‘Adawy, fikih akhlak, Qisti press, jakarta, 2007,492-496
[6] Ahmad Mu’adz Haqqi, SYARAH 40 HADITS Tentang Akhlak, PUSTAKA AZZAM, Jakarta,2003,Hal.69
[7] Ibid.
[8] MAJID SA’UD AL-AUSYAN, PANDUAN LENGKAP & PRAKTIS ADAB & AKHLAK ISLAMI, Darul Haq, Jakarta:2014, Hlm.309-312
[9]Ibid. Hlm.147-156

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Metode Pemahaman Hadits

Klasifikasi Hadits

Dalil kehujjahan Sunnah