Etos Kerja






Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah SAW bersabda :
اعمل للدنيا كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة كأنك تموت غادا
           Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.”
Di dalam Al-qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Untuk itu Hadist tentang Etos Kerja ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari.

1.      Apakah itu etos kerja ?
2.      Dalil mana saja yang menunjukkan mengenai etos kerja ?
3.      Dalil mana saja yang menjelaskan tentang motivasi beramal dan bekerja ?
4.      Apa itu pekerjaan yang terbaik dalam islam ?
5.      Seperti apakah mukmin yang kuat dan profesional  ?       

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Studi Hadis dan untuk mengetahui pengertian etos kerja serta teks-teks hadis tentang etos kerja, Pandangan ulama mengenai hadis tentang etos kerja dan kontekstualisasi hadis tentang etos kerja dan realisasinya dalam kehidupan.


Etos berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja berarti usaha, amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Etos berasal dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam  Kamus Besar Bahasa Indonesia etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.
Dengan demikian, etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak dapat memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan yang ditangani.[1] 

Aspek pekerjaan dalam islam meliputi empat hal, yaitu :
1)      Memenuhi kebutuhan sendiri
Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.  Hal ini diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً عَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ ( اَخْرَجَهُ اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْع)ِ

“sesungguhnya bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab al-Buyu’).
Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
2)      Memenuhi kebutuhan keluarga
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوت” رواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص
Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”.(HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.
3)      Kepentingan seluruh makhluk
Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut :
عن أنس قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة"
            Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah. Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia. Karenanya umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.
4)       Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم فسيلة , فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها
Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah “ (HR Bukhari dan Muslim).


Mencari nafkah dalam islam adalah sebuah kewajiban. Islam adalah agama fitrah,yang sesuai dengan kebutuhan manusia, di antaranya kebutuhan fisik, salah satu cara memenuhi kebutuhan fisik itu ialah dengan bekerja. Motivasi kerja dalam islam itu adalah untuk mencari nafkah yang merupakan bagian dari ibadah.
Motivasi kerja dalam islam bukanlah untuk mengejar hidup hedonis, bukan juga untuk status, apa lagi untuk mengejar kekayaan dengan segala cara. Tapi untuk beribadah. Bekerja untuk mencari nafkah adalah hal yang istimewa dalam pandangan Islam.[2]
Berikut adalah hadis yang menjelaskan bagaimana istimewanya bekerja mencari nafkah menurut hadis Nabi SAW dapat dilihat dari sabdanya sebagai berikut :
Bersumber dari Zubair bin Awwam ra. Dari Nabi SAW, beliau bersabda,
وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ الله الزُّبَيْرِ بنِ العوَّامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُم أَحبُلَهُ ثُمَّ يَأْتِيَ الجَبَلَ، فَيَأْتِيَ بحُزْمَةٍ مِن حَطَب عَلَى ظَهِرِهِ فَيَبِيْعَهَا، فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ، أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ.
Seseorang yang bekerja mencari kayu bakar ke hutan belantara dengan kapak sehingga tangannya melepuh, kemudian ia memikul kayunya di pundak dan menjualnya ke pasar lebih baik di sisi Allah daripada dia meminta-minta (mengemis) kepada manusia; baik ketika  orang memberi ataupun orang menolaknya.”(HR. al-Bukhari)
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Diberitakan kepada kami oleh Yazid, diberitakan kepada kami oleh al-Mas’udiy bersumber dari Wail Abu Bakar dari  Ayabah Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadi’ dari kakeknya ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik. Rasulullah menjawab, usaha seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang baik.”(HR. Ahmad)
Mencari rezeki yang halal dalam agama Islam hukumnya wajib. Ini menandakan bagaimana penting mencari rezeki yang halal. Dengan demikian, motivasi kerja dalam Islam, bukan hanya memenuhi nafkah semata tetapi sebagai kewajiban beribadah kepada Allah setelah ibadah fardlu lainnya.
Kerja seperti apapun dalam kehidupan di muka bumi harus dilihat dan dijalankan dalam suatu keseimbangan. Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya masyarakat Muslim secara umum menghabiskan sepertiga hari mereka untuk bekerja, sepertiga lainnya untuk tidur dan istirahat, dan sepertiga lainnya untuk shalat, bersenang-senang, dan aktivitas keluarga serta masyarakat.
Allah telah meletakkan di dalam prinsip-prinsip penciptaannya, bahwa bekerja dan berusaha merupakan daya rahasia kemajuan dan pergerakan. Allah telah mengajarkan kepada manusia bahwa segala yang ada di alam ini senantiasa bergerak, berkembang, dan bekerja untuk membangun sistemnya.

         Manakah pekerjaan terbaik bagi seorang muslim? Apakah berdagang lebih utama dari lainnya? Ataukah pekerjaan terbaik tergantung dari keadaan tiap individu?
Ada yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ  عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
*      Pekerjaan yang Thoyyib
Kasb yang dimaksud dalam hadits di atas adalah usaha atau pekerjaan mencari rizki. Asy Syaibani mengatakan bahwa kasb adalah mencari harta dengan menempuh sebab yang halal. Sedangkan kasb thoyyib, maksudnya adalah usaha yang berkah atau halal. Sehingga pertanyaan dalam hadits di atas dimaksudkan ‘manakah pekerjaan yang paling diberkahi?
Kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang paling banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita dapat tahu bahwa tujuan dalam mencari rizki adalah mencari yang paling berkah, bukan mencari manakah yang menghasilkan paling banyak. Karena penghasilan yang banyak belum tentu barokah. Demikian penjelasan berharga dari Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 6: 10.
*      Pekerjaan dengan Tangan Sendiri
Ada dua mata pencaharian yang dikatakan paling diberkahi dalam hadits di atas. Yang pertama adalah pekerjaan dengan tangan sendiri. Hal ini dikuatkan pula dalam hadits yang lain,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072).
Bahkan sebagaimana disebutkan dalam hadits ini, mencari kerja dengan tangan sendiri sudah dicontohkan oleh para nabi seperti Nabi Daud ‘alaihis salam.
Contoh : pekerjaan dengan tangan adalah bercocok tanam, kerajinan, mengolah kayu, pandai besi, dan menulis. Demikian disebutkan dalam Minhatul ‘Allam karya Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, 6: 9.
*      Jual Beli yang Mabrur
Mata pencaharian kedua yang terbaik adalah jual beli yang mabrur. Kata Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, jual beli yang mabrur adalah jual beli yang memenuhi syarat dan rukun jual beli, terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun di atas kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan pengelabuan. Lihat Minhatul ‘Allam Syarh Bulughil Maram, 6: 9.
*      Perintah Giat Bekerja
Hadits yang kita kaji juga menunjukkan agar kita semangat dalam mencari nafkah dan bekerja dengan menempuh jalan yang halal. Perintah ini juga disebutkan dalam firman Allah,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk: 15).
Bahkan giat bekerja dalam rangka mencari nafkah adalah jalan yang ditempuh para nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam. Sebagaimana disebutkan bahwa Nabi Daud mendapatkan penghasilan dari hasil keringat tangannya sendiri. Sedangkan Nabi Zakariya alaihis salam bekerja sebagai tukang kayu. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menjadi pengembala kambing, bahkan pernah menjadi pedagang dengan menjualkan barang milik Khodijah radhiyallahu ‘anha.
*      Lantas Manakah Pekerjaan yang Terbaik ?
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi’i berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena tawakkalnya lebih tinggi..
Menurut penulis Taudhihul Ahkam, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ali Bassam, pekerjaan terbaik adalah disesuaikan pada keadaan setiap orang. Yang terpenting adalah setiap pekerjaan haruslah berisi kebaikan dan tidak ada penipuan serta menjalani kewajiban yang mesti diperhatikan ketika bekerja.
Kita dapat berdalil dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim no. 2664).
Dan ditambah lagi pekerjaan terbaik adalah yang banyak memberikan kemanfaatan untuk orang banyak.


Kebersihan akidah dan kebenarannya membangkitkan kekuatan pada pemiliknya, yang tampak pada seluruh amalnya. Apabila berbicara, ia memiliki rasa percaya diri yang kuat. Apabila beramal ia istiqomah. Apabila berdebat hujjahnya jelas, dan apabila berpikir, ia berpikir dengan tenang. Tidak mengenal bimbang dan tidak goyah diterpa badai. Ilmunya kuat, fisiknya kuat dan sebelum serta sesudah itu semua ia memiliki agama yang kuat. Ia memegang pengajaran-pengajaran agamanya dengan kuat dan kokoh, menjalankan Kalam Robb-nya.
Seorang mukmin memegang teguh urusannya dengan tekad baja, kuat dan tidak lemah. Tidak bermain-main dan berolok-berolok. Inilah janji Allah pada para nabi dan orang mukmin.
Mukmin yang kuat percaya dengan apa yang diyakininya dan mengetahui dasar perbuatannya. Kemudian ia tidak peduli dengan apa yang dihadapinya beru pa olok-olokan, ejekan dan cemoohan orang lain. Suri teladannya dalam hal itu adalah manusia paling kuat yaitu Muhamad shollallahu ‘alaihi wasallama. Rasulul Huda shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ : لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
 Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada Allah. janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata, ‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau” akan mendorong pada perbuatan setan.” (H.R.Muslim)
Hadis diatas mengandung tiga perintah dan larangan yaitu :
[1]   Memperkuat iman
Setiap orang mempunyai tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang kuat imannya dan ada yang lemah. Orang yang kuat imannya akan selalu mengisi keimanannya dengan amal shaleh, sehingga akan memberikan kemuliaan bagi dirinya. Sedangkan orang yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang beriman. Kuat tidaknya iman seseorang,tidak hanya dapat dilihat dari tingkah lakunya, tapi juga dapat dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi kekuatan badan, tidak loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap untuk beribadah dan berjuang untuk membela agama Allah SWT. Maka dari itu kita harus selalu menjaga keimanan kita dan menghiasinya dengan sesuatu yang positif.
[2]   Perintah untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan kebahagiaan didunia maupun diakhirat. Dalam realita kehidupan, banyak orang yang sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin. Pepatah arab mengatakan: “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan memotongmu (menggilaskanmu).”
[3]   Memohon pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus diiringi dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan mencapai kesuksesan tanpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa agar Allah selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah membaca :
“Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5) orang yang tidak pernah memohon pertolongan kepada Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih dipertanyakan.
[4]   Larangan membiarkan kelemahan dan luput dalam khayalan yang tidak pasti
Setiap orang harus berusaha untuk mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya karena Allah SWT tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya. Fiman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaannya.” (Q.S.Ar Ra’du: 11) Larangan untuk mengatakan “kalau” (seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini) . Karena dalam berusaha, kita tidak dapat memastikan selamanya akan berhasil, pasti akan ada kegagalan. Pernyataan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan setan untuk mendahului kehendak Allah SWT bahwa suatu usaha akan berhasil jika Allah tidak menghendakinya.
Imam An-Nawawi menegaskan di dalam syarah Shohih Muslim, “Yang dimaksud dengan kuat di sini adalah tekad jiwa (yang kuat) dan keseriusan dalam urusan-urusan akhirat. Maka pemilik sifat ini paling pemberani menghadapi musuh di medan jihad, dan paling cepat maju menghadangnya serta keluar untuk mencarinya. Ia juga lebih tegas dalam amar ma’ruf nahi mungkar,  dan bersabar atas gangguan dalam hal itu semua, serta dalam menanggung beban di jalan Allah Ta’ala. Ia paling mencintai sholat, puasa, zikir dan seluruh ibada, serta paling giat melakukannya dan menjaganya”.

Hadits Rasulullah saw banyak yang mengarahkan umat manusia agar beretos kerja yang tinggi dan mengarah kepada profesionalisme, diantaranya:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)
Dari Aisyah r.a., sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Dari hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, diceritakan bahwa ada seorang sahabat yang meminta bantuan kepada Nabi. Nabi memberi bantuan kepada sahabat itu, tetapi kemudian ia meminta lagi. Nabi memperingatkan sahabat itu dan mengajarkannya supaya ia tidak selalu meminta, mencari belas kasihan orang lain. Karena sesungguhnya tangan di atas atau memberi adalah lebih baik dari tangan di bawah yang meminta. 
           Selanjutnya Nabi bertanya kepada sahabatnya itu, apakah ia masih memiliki sesuatu di rumahnya. Sahabat itu menjawab bahwa ia tidak memiliki suatu apapun, kecuali sebuah mangkok tua. Nabi berkata padanya, “Besok kamu bawa mangkok itu, akan aku lelangkan kepada sahabat yang lain.” Esok harinya sahabat itu membawa mangkok tersebut dan diserahkan kepada Nabi. Nabi mengumumkan pada para sahabat, siapa yang akan menolong temannya dengan jalan membeli mangkok miliknya. Beberapa sahabat berkenan membelinya, akhirnya diambillah harga yang paling tinggi senilai dua dirham.Nabi menyerahkan kepada pemilik mangkok itu satu dirham untuk membeli makanan bagi keluarganya. Kata Nabi, yang satu dirham lagi kamu belikan kapak besar, lalu bawa kemari. Setelah diberikan kepada Nabi, Nabi memasangkan gagangnya lalu berkata, “Sekarang kamu pergi cari kayu dan jual ke pasar. Selama lima belas hari aku tidak mau melihatmu. ”Sahabat itu kemudian bekerja sesuai dengan yang disarankan Nabi. Setelah itu ia kembali kepada Nabi dengan membawa keuntungan sepuluh dirham. Nabi bersabda padanya, “Hal ini lebih baik bagimu daripada meminta belas kasihan orang lain yang akan menjadi noda pada wajahmu di hari kiamat.”
           Betapa kerasnya Islam mengarahkan umatnya agar mau bekerja keras dan bekerja secara profesional serta mencela mereka yang besikap pemalas dan suka meminta belas kasihan orang lain. Hal itu tergambar dalam hadits berikut ini, Abu Abdirrahman Auf bin Malik al-Asyja’i berkata :

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةً أَوْ ثَمَانِيَةً أَوْ سَبْعَةً، فَقَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ؟، وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ فَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّه؟، فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّه؟، قَالَ فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا وَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَى مَا نُبَايِعُكَ؟ قَالَ : عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَتُطِيعُوا، وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا. فَلَقَدْ رَأَيْتُ بَعْضَ أُولَئِكَ النَّفَرِ يَسْقُطُ سَوْطُ أَحَدِهِمْ فَمَا يَسْأَلُ أَحَدًا يُنَاوِلُهُ إِيَّاهُ (رواه مسلم)
"Ketika kami sedang duduk bersama beberapa orang sahabat, jumlah kami kira-kira tujuh, delapan atau sembilah orang, datang pada kami Rasulullah saw seraya bersabda, “Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Saat itu kami baru saja berbaiat kepadanya. Maka kami menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah berbaiat kepadamu.” Kemudian Nabi saw bersabda lagi, “Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Maka kami pun kembali menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah berbaiat kepadamu.”  Lalu beliau bersabda lagi, “Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Maka kami segera mengulurkan tangan untuk berbaiat sambil berkata, “Kami telah berbaiat, wahai Rasulullah, maka baiat apa lagi yang harus kami sampaikan?”. Nabi menjawab, “Berbaiat untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, kemudian shalat lima waktu serta taat kepada Allah.” Kemudian Nabi saw merendahkan suaranya sambil bersabda, “Dan jangan meminta-minta suatu apapun kepada orang lain.” Betapa kesungguhan para sahabat menerima baiat Nabi tadi, perawi hadits meriwayatkan bahwa ia melihat sebagian dari mereka yang ada di situ, cambuk kendaraannya jatuh, dan ia tidak meminta pertolongan kepada siapa pun untuk mengembalikannya. (HR. Muslim: No.1729)
Keterangan di atas menjelaskan kepada kita betapa besarnya bimbingan ajaran Islam agar manusia memiliki iman dan takwa yang sempurna, beretos kerja tinggi dan mengarah pada profesionalisme. Dengan demikian kehadirannya di dunia ini akan bermakna, memberikan andil yang baik bagi peradaban umat manusia dan dapat melahirkan karya-karya besar yang spektakuler bagi sesama makhluk-Nya.


Bekerja adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekeja setiap muslim dapat mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dan mulia di muka bumi.
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip- prinsip iman tauhid bukan hanya menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirirnya sebagai hamba Allah, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah.
Apabila bekerja itu sebagai fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas dan tidak mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimananan dalam bentuk amal kreatif, sesunguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas sebagai manusia, untuk kemudian runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Harus tertanam dalam keyakinan seorang muslim bahwa bekerja itu adalah amanah Allah, sehingga ada semacam sikap mental yang tegas pada diri pribadi muslim bahwa ;
1.        Karena bekerja adalah amanah, maka dia akan bekerja dengan kerinduan dan tujuan agar pekerjaannya tersebut menghasilkan sesuatu yang optimal.
2.        Ada semacam kebahagian dalam melaksanakan pekerjaan, karena dengan bekerja dia telah melaksanakan amanah Allah.
3.        Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan dan memperkaya dan memperluas pekerjaanya.
4.        Ada rasa malu hati apabila pekerjaanya tidak dia laksanakan dengan baik, karena hal ini berarti sebuah pengkhianatan terhadap amanah Allah
 
BAB III.  PENUTUP


Bekerja keras adalah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT, hal ini dibuktikan dengan banyaknya perintah Allah dalam Al-qur’an yang menyuruh untuk bekerja.
Salah satu prasyarat untuk terhindarnya umat manusia dari kerugian yang sangat besar adalah dengan bekerja yaitu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Yang dalam bahasa Al-qur’an disebut dengan Amilusshalihat.
Bekerja secara produktif adalah merupakan ciri dan karakteristik seorang muslim yang terbaik sesuai dengan implementasi hadits Nabi, tangan diatas (yang memberi) lebih baik daripada tangan yang dibawah (yang menerima).
Bekerja disamakan dengan Jihad Fi Sabilillah.


Dari paparan di atas, maka penulis memeberikan saran
1.       Untuk melatih berusaha, dapat dimulai dari hal kecil. Untuk itu, sebaiknya kita melatihnya mulai sekarang
2.       Dalam berusaha hendaknya usaha yang maksimal supaya hasilnya juga maksimal. Untuk itu, sebaiknya kita melatih diri kita agar selalu maksimal dalam berusaha dan bekerja



DAFTAR PUSTAKA


Syarifandi Suja’i, Alfiah, Pendidikan Islam Dalam Tinjauan Hadist Nabi, Pekanbaru : Kreasi Edukasi, 2015.
Sastrahidayat Ika Rochdjatun, Membangun Etos Kerja dan Logika Berpikir Islami,Malang : UIN-Malang Press, 2009.
Tebba Sudirman, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf, Bandung : Pustaka Nusantara Publishing, 2003.
Batjuk Abbas, Bimbingan Pribadi Muslim Dalam Hadist, Pekanbaru : Husada Grafika Press, 1993.










[1] Sudirman Tebba, Membangun Etos Kerja dalam Perspektif Tasawuf (Bandung : Pustaka Nusantara Publishing, 2003), hlm.1.
[2] Alfiah, Suja’I Syarifandi, Pendidikan Islam dalam Tinjauan Hadist Nabi (Pekanbaru : Kreasi Edukasi, 2015), hlm.185.

Comments

Popular posts from this blog

Metode Pemahaman Hadits

Klasifikasi Hadits

Dalil kehujjahan Sunnah