Etos Kerja
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits
sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya
mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan
tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja ini, Rasulullah SAW bersabda :
اعمل للدنيا كأنك تعيش ابدا واعمل للأخرة
كأنك تموت غادا
“Bekerjalah untuk
duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu
seakan-akan kamu mati besok.”
Di
dalam Al-qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan
bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Untuk itu
Hadist tentang Etos Kerja ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat
sehari-hari.
1.
Apakah
itu etos kerja ?
2.
Dalil
mana saja yang menunjukkan mengenai etos kerja ?
3.
Dalil
mana saja yang menjelaskan tentang motivasi beramal dan bekerja ?
4.
Apa
itu pekerjaan yang terbaik dalam islam ?
5.
Seperti
apakah mukmin yang kuat dan profesional ?
Tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Studi Hadis dan untuk
mengetahui pengertian
etos kerja serta teks-teks
hadis tentang etos
kerja, Pandangan
ulama mengenai hadis tentang etos kerja dan kontekstualisasi
hadis tentang etos kerja dan realisasinya dalam kehidupan.
Etos
berarti pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial. Kata kerja
berarti usaha, amal, dan apa yang harus dilakukan (diperbuat). Etos berasal
dari bahasa Yunani yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter,
serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu,
tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia etos kerja
adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok.
Dengan
demikian, etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut
ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan
yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak dapat memperbaiki hidupnya tanpa
semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan
yang ditangani.[1]
Aspek pekerjaan dalam islam
meliputi empat hal, yaitu :
1)
Memenuhi
kebutuhan sendiri
Islam sangat
menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari
hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hal ini
diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
لِاَنْ يَطُبَ اَحَدُكُمْ جَزْمَةً
عَلىَ ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ اَحَدٌ فَيُعْطِهِ اَوْ يَمْنَعُهُ (
اَخْرَجَهُ اْلبُخَاِرىْ مِنْ كِتَابِ اْلبُيُوْع)ِ
“sesungguhnya
bahwa seseorang di antara kamu yang bekerja mencari kayu bakar, diikatkan di
punggungnya kayu itu (guna memikulnya) adalah lebih baik daripada dia
meminta-minta yang kemungkinan diberi atau tidak diberi.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab
al-Buyu’).
Rasullullah
memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan
pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga
seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
2)
Memenuhi
kebutuhan keluarga
Bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi
seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول
الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوت” رواه أحمد وأبو
داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص
Rasulullah saw
bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”.(HR. Ahmad, Abu Daud dan
al-Hakim)
Menginfaqkan harta
bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan
terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.
3)
Kepentingan
seluruh makhluk
Pekerjaan yang
dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana
disebutkan dalam hadist berikut :
عن أنس
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه
طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة"
Dari
Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam
tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan
darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini
banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah. Misalnya
kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia. Karenanya
umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang
bernilai amal jariyah.
4) Bekerja
sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam
sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita
yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap
diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu
sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
عن أنس
رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم
فسيلة , فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها
Dari
Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat
terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga
dapat menanamnya, maka tanamlah “ (HR Bukhari dan Muslim).
Mencari
nafkah dalam islam adalah sebuah kewajiban. Islam adalah agama fitrah,yang
sesuai dengan kebutuhan manusia, di antaranya kebutuhan fisik, salah satu cara
memenuhi kebutuhan fisik itu ialah dengan bekerja. Motivasi kerja dalam islam
itu adalah untuk mencari nafkah yang merupakan bagian dari ibadah.
Motivasi
kerja dalam islam bukanlah untuk mengejar hidup hedonis, bukan juga untuk
status, apa lagi untuk mengejar kekayaan dengan segala cara. Tapi untuk
beribadah. Bekerja untuk mencari nafkah adalah hal yang istimewa dalam
pandangan Islam.[2]
Berikut
adalah hadis yang menjelaskan bagaimana istimewanya bekerja mencari nafkah
menurut hadis Nabi SAW dapat dilihat dari sabdanya sebagai berikut :
Bersumber
dari Zubair bin Awwam ra. Dari Nabi SAW, beliau bersabda,
وَعَنْ أَبِيْ عَبْدِ الله الزُّبَيْرِ
بنِ العوَّامِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لأَنْ يَأْخُذَ أَحَدُكُم أَحبُلَهُ
ثُمَّ يَأْتِيَ الجَبَلَ، فَيَأْتِيَ بحُزْمَةٍ مِن حَطَب عَلَى ظَهِرِهِ فَيَبِيْعَهَا،
فَيَكُفَّ اللهُ بِهَا وَجْهَهُ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ،
أَعْطَوْهُ أَوْ مَنَعُوهُ.
”Seseorang yang bekerja mencari kayu bakar ke
hutan belantara dengan kapak sehingga tangannya melepuh, kemudian ia memikul
kayunya di pundak dan menjualnya ke pasar lebih baik di sisi Allah daripada dia
meminta-minta (mengemis) kepada manusia; baik ketika orang memberi ataupun orang menolaknya.”(HR.
al-Bukhari)
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ
الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Diberitakan kepada kami oleh
Yazid, diberitakan kepada kami oleh al-Mas’udiy bersumber dari Wail Abu Bakar
dari Ayabah Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadi’
dari kakeknya ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang usaha apa
yang paling baik. Rasulullah menjawab, usaha seseorang dengan tangannya
sendiri, dan setiap jual beli yang baik.”(HR. Ahmad)
Mencari
rezeki yang halal dalam agama Islam hukumnya wajib. Ini menandakan bagaimana
penting mencari rezeki yang halal. Dengan demikian, motivasi kerja dalam Islam,
bukan hanya memenuhi nafkah semata tetapi sebagai kewajiban beribadah kepada
Allah setelah ibadah fardlu lainnya.
Kerja
seperti apapun dalam kehidupan di muka bumi harus dilihat dan dijalankan dalam
suatu keseimbangan. Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya masyarakat Muslim
secara umum menghabiskan sepertiga hari mereka untuk bekerja, sepertiga lainnya
untuk tidur dan istirahat, dan sepertiga lainnya untuk shalat,
bersenang-senang, dan aktivitas keluarga serta masyarakat.
Allah
telah meletakkan di dalam prinsip-prinsip penciptaannya, bahwa bekerja dan
berusaha merupakan daya rahasia kemajuan dan pergerakan. Allah telah
mengajarkan kepada manusia bahwa segala yang ada di alam ini senantiasa
bergerak, berkembang, dan bekerja untuk membangun sistemnya.
Manakah pekerjaan terbaik bagi seorang
muslim? Apakah berdagang lebih utama dari lainnya? Ataukah pekerjaan terbaik
tergantung dari keadaan tiap individu?
Ada
yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai
Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda,
“Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
mabrur (diberkahi).”
(HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)

Kasb yang dimaksud dalam hadits
di atas adalah usaha atau pekerjaan mencari rizki. Asy Syaibani mengatakan
bahwa kasb adalah mencari harta dengan menempuh sebab yang
halal. Sedangkan kasb thoyyib, maksudnya adalah usaha yang berkah
atau halal. Sehingga pertanyaan dalam hadits di atas dimaksudkan ‘manakah
pekerjaan yang paling diberkahi?’
Kita dapat mengambil
pelajaran penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang
paling banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang
paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita dapat tahu
bahwa tujuan dalam mencari rizki adalah mencari yang paling berkah, bukan
mencari manakah yang menghasilkan paling banyak. Karena penghasilan yang banyak
belum tentu barokah. Demikian penjelasan berharga dari Syaikh ‘Abdullah bin
Sholih Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 6: 10.

Ada dua mata
pencaharian yang dikatakan paling diberkahi dalam hadits di atas. Yang pertama
adalah pekerjaan dengan tangan sendiri. Hal ini dikuatkan pula dalam hadits
yang lain,
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ
خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ
– عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidaklah
seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari
hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu
bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari no. 2072).
Bahkan sebagaimana
disebutkan dalam hadits ini, mencari kerja dengan tangan sendiri sudah
dicontohkan oleh para nabi seperti Nabi Daud ‘alaihis salam.
Contoh : pekerjaan
dengan tangan adalah bercocok tanam, kerajinan, mengolah kayu, pandai besi, dan
menulis. Demikian disebutkan dalam Minhatul ‘Allam karya
Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, 6: 9.

Mata
pencaharian kedua yang terbaik adalah jual beli yang mabrur. Kata Syaikh
‘Abdullah Al Fauzan, jual beli yang mabrur adalah jual beli yang memenuhi
syarat dan rukun jual beli, terlepas dari jual beli yang bermasalah, dibangun
di atas kejujuran, serta menghindarkan diri dari penipuan dan pengelabuan.
Lihat Minhatul ‘Allam Syarh Bulughil Maram, 6: 9.

Hadits
yang kita kaji juga menunjukkan agar kita semangat dalam mencari nafkah dan
bekerja dengan menempuh jalan yang halal. Perintah ini juga disebutkan dalam
firman Allah,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ
ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ
النُّشُورُ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rizki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al Mulk:
15).
Bahkan
giat bekerja dalam rangka mencari nafkah adalah jalan yang ditempuh para nabi ‘alaihimush sholaatu was salaam. Sebagaimana
disebutkan bahwa Nabi Daud mendapatkan penghasilan dari hasil keringat
tangannya sendiri. Sedangkan Nabi Zakariya ‘alaihis
salam bekerja sebagai tukang kayu. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
pernah menjadi pengembala kambing, bahkan pernah menjadi pedagang dengan
menjualkan barang milik Khodijah radhiyallahu ‘anha.

Para ulama berselisih
pendapat dalam hal ini. Imam Al Mawardi, salah seorang ulama besar Syafi’i
berpendapat bahwa yang paling diberkahi adalah bercocok tanam karena
tawakkalnya lebih tinggi..
Menurut penulis Taudhihul
Ahkam, Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Ali Bassam, pekerjaan terbaik
adalah disesuaikan pada keadaan setiap orang. Yang terpenting adalah setiap
pekerjaan haruslah berisi kebaikan dan tidak ada penipuan serta menjalani
kewajiban yang mesti diperhatikan ketika bekerja.
Kita dapat berdalil
dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
Bersemangatlah
melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta
janganlah engkau malas”
(HR. Muslim no. 2664).
Dan ditambah lagi
pekerjaan terbaik adalah yang banyak memberikan kemanfaatan untuk orang banyak.
Kebersihan akidah dan kebenarannya membangkitkan kekuatan
pada pemiliknya, yang tampak pada seluruh amalnya. Apabila berbicara, ia
memiliki rasa percaya diri yang kuat. Apabila beramal ia istiqomah. Apabila
berdebat hujjahnya jelas, dan apabila berpikir, ia berpikir dengan tenang.
Tidak mengenal bimbang dan tidak goyah diterpa badai. Ilmunya kuat, fisiknya
kuat dan sebelum serta sesudah itu semua ia memiliki agama yang kuat. Ia
memegang pengajaran-pengajaran agamanya dengan kuat dan kokoh, menjalankan
Kalam Robb-nya.
Seorang mukmin memegang teguh urusannya dengan tekad
baja, kuat dan tidak lemah. Tidak bermain-main dan berolok-berolok. Inilah
janji Allah pada para nabi dan orang mukmin.
Mukmin yang kuat percaya dengan apa yang diyakininya dan
mengetahui dasar perbuatannya. Kemudian ia tidak peduli dengan apa yang
dihadapinya beru pa olok-olokan, ejekan dan cemoohan orang lain. Suri
teladannya dalam hal itu adalah manusia paling kuat yaitu Muhamad shollallahu
‘alaihi wasallama. Rasulul Huda shollallahu ‘alaihi wasallama bersabda,
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلَى
اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ ، احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُك
وَاسْتَعِنْ بِاَللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ ، وَإِنْ أَصَابَك شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ :
لَوْ أَنِّي فَعَلْت كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا ، وَلَكِنْ قُلْ : قَدَّرَ اللَّهُ
وَمَا شَاءَ اللَّهُ فَعَلَ ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebah baik dan lebih
dicintai Allah daripada mukmin yang lemah dan dalam segala sesuatu ia dipandang
lebih baik. Raihlah apa yang memberikan manfaat bagimu. Minta tolonglah kepada
Allah. janganlah lemah! Kalau engkau tertimpa sesuatu, janganlah berkata,
‘kalau aku berbuat begini, pasti begini dan begitu tetapi katakanlah “Allah SWT
telah menentukan dan Allah menghendaki aku untuk berbuat karena kata “kalau”
akan mendorong pada perbuatan setan.” (H.R.Muslim)
Hadis diatas mengandung tiga perintah dan
larangan yaitu :
[1]
Memperkuat
iman
Setiap
orang mempunyai tingkat keimanan yang berbeda-beda. Ada yang kuat imannya dan
ada yang lemah. Orang yang kuat imannya akan selalu mengisi keimanannya dengan
amal shaleh, sehingga akan memberikan kemuliaan bagi dirinya. Sedangkan orang
yang lemah imannya ia tidak mau mengerjakan kewajibannya sebagai orang yang
beriman. Kuat tidaknya iman seseorang,tidak hanya dapat dilihat dari tingkah
lakunya, tapi juga dapat dipahami dalam realitas kehidupan. Misalnya dari segi
kekuatan badan, tidak loyo, tegar, dll. Orang yang kuat jasmaninya, akan siap
untuk beribadah dan berjuang untuk membela agama Allah SWT. Maka dari itu kita
harus selalu menjaga keimanan kita dan menghiasinya dengan sesuatu yang
positif.
[2]
Perintah
untuk memanfaatkan waktu
Manfaatkanlah waktu sebaik mungkin dan
seefektif mungkin untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk kehidupan
dunia maupun akhirat. Karena Rasulullah SAW menginginkan umatnya mendapatkan
kebahagiaan didunia maupun diakhirat. Dalam realita kehidupan, banyak orang
yang sukses dan berhasil karena mereka benar-benar memanfaatkan waktunya sebaik
mungkin. Pepatah arab mengatakan: “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak
memanfaatkannya (menggunakannya untuk memotong), ia akan memotongmu
(menggilaskanmu).”
[3]
Memohon
pertolongan Allah SWT
Setiap perbuatan yang kita lakukan harus
diiringi dengan doa, karena ikhtiar saja tidak cukup. Seseorang tidak akan
mencapai kesuksesan tanpa pertolongan Allah. Maka dari itu, perbanyaklah doa
agar Allah selalu menolong apa yang kita lakukan. Dalam shalat perbanyaklah
membaca :
“Hanya kepada-Mu aku beribadah dan hanya
kepada-Mu aku memohon pertolongan.” (Q.S.Al Fatihah: 5) orang yang tidak pernah
memohon pertolongan kepada Allah, ia dianggap sombong dan keimanannya masih
dipertanyakan.
[4]
Larangan
membiarkan kelemahan dan luput dalam khayalan yang tidak pasti
Setiap
orang harus berusaha untuk mengubah segala kelemahan yang ada pada dirinya
karena Allah SWT tidak akan mengubahnya kalau orang tersebut tidak berusaha
mengubahnya. Fiman Allah: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaannya.” (Q.S.Ar Ra’du: 11) Larangan untuk
mengatakan “kalau” (seandainya begini dan begitu pasti hasilnya begini) .
Karena dalam berusaha, kita tidak dapat memastikan selamanya akan berhasil,
pasti akan ada kegagalan. Pernyataan “kalau begini dan begitu” merupakan godaan
setan untuk mendahului kehendak Allah SWT bahwa suatu usaha akan berhasil jika
Allah tidak menghendakinya.
Imam An-Nawawi menegaskan di dalam syarah Shohih Muslim,
“Yang dimaksud dengan kuat di sini adalah tekad jiwa (yang kuat) dan keseriusan
dalam urusan-urusan akhirat. Maka pemilik sifat ini paling pemberani menghadapi
musuh di medan jihad, dan paling cepat maju menghadangnya serta keluar untuk
mencarinya. Ia juga lebih tegas dalam amar ma’ruf nahi mungkar, dan
bersabar atas gangguan dalam hal itu semua, serta dalam menanggung beban di
jalan Allah Ta’ala. Ia paling mencintai sholat, puasa, zikir dan seluruh ibada,
serta paling giat melakukannya dan menjaganya”.
Hadits
Rasulullah saw banyak yang mengarahkan umat manusia agar beretos kerja yang
tinggi dan mengarah kepada profesionalisme, diantaranya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنّ اللَّهَ تَعَالى يُحِبّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبرني والبيهقي)
Dari Aisyah r.a.,
sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai
seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”. (HR.
Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Dari
hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, diceritakan bahwa ada seorang
sahabat yang meminta bantuan kepada Nabi. Nabi memberi bantuan kepada sahabat
itu, tetapi kemudian ia meminta lagi. Nabi memperingatkan sahabat itu dan
mengajarkannya supaya ia tidak selalu meminta, mencari belas kasihan orang
lain. Karena sesungguhnya tangan di atas atau memberi adalah lebih baik dari
tangan di bawah yang meminta.
Selanjutnya Nabi bertanya kepada sahabatnya itu, apakah ia masih memiliki sesuatu di rumahnya. Sahabat itu menjawab bahwa ia tidak memiliki suatu apapun, kecuali sebuah mangkok tua. Nabi berkata padanya, “Besok kamu bawa mangkok itu, akan aku lelangkan kepada sahabat yang lain.” Esok harinya sahabat itu membawa mangkok tersebut dan diserahkan kepada Nabi. Nabi mengumumkan pada para sahabat, siapa yang akan menolong temannya dengan jalan membeli mangkok miliknya. Beberapa sahabat berkenan membelinya, akhirnya diambillah harga yang paling tinggi senilai dua dirham.Nabi menyerahkan kepada pemilik mangkok itu satu dirham untuk membeli makanan bagi keluarganya. Kata Nabi, yang satu dirham lagi kamu belikan kapak besar, lalu bawa kemari. Setelah diberikan kepada Nabi, Nabi memasangkan gagangnya lalu berkata, “Sekarang kamu pergi cari kayu dan jual ke pasar. Selama lima belas hari aku tidak mau melihatmu. ”Sahabat itu kemudian bekerja sesuai dengan yang disarankan Nabi. Setelah itu ia kembali kepada Nabi dengan membawa keuntungan sepuluh dirham. Nabi bersabda padanya, “Hal ini lebih baik bagimu daripada meminta belas kasihan orang lain yang akan menjadi noda pada wajahmu di hari kiamat.”
Betapa kerasnya Islam mengarahkan umatnya agar mau bekerja keras dan bekerja secara profesional serta mencela mereka yang besikap pemalas dan suka meminta belas kasihan orang lain. Hal itu tergambar dalam hadits berikut ini, Abu Abdirrahman Auf bin Malik al-Asyja’i berkata :
Selanjutnya Nabi bertanya kepada sahabatnya itu, apakah ia masih memiliki sesuatu di rumahnya. Sahabat itu menjawab bahwa ia tidak memiliki suatu apapun, kecuali sebuah mangkok tua. Nabi berkata padanya, “Besok kamu bawa mangkok itu, akan aku lelangkan kepada sahabat yang lain.” Esok harinya sahabat itu membawa mangkok tersebut dan diserahkan kepada Nabi. Nabi mengumumkan pada para sahabat, siapa yang akan menolong temannya dengan jalan membeli mangkok miliknya. Beberapa sahabat berkenan membelinya, akhirnya diambillah harga yang paling tinggi senilai dua dirham.Nabi menyerahkan kepada pemilik mangkok itu satu dirham untuk membeli makanan bagi keluarganya. Kata Nabi, yang satu dirham lagi kamu belikan kapak besar, lalu bawa kemari. Setelah diberikan kepada Nabi, Nabi memasangkan gagangnya lalu berkata, “Sekarang kamu pergi cari kayu dan jual ke pasar. Selama lima belas hari aku tidak mau melihatmu. ”Sahabat itu kemudian bekerja sesuai dengan yang disarankan Nabi. Setelah itu ia kembali kepada Nabi dengan membawa keuntungan sepuluh dirham. Nabi bersabda padanya, “Hal ini lebih baik bagimu daripada meminta belas kasihan orang lain yang akan menjadi noda pada wajahmu di hari kiamat.”
Betapa kerasnya Islam mengarahkan umatnya agar mau bekerja keras dan bekerja secara profesional serta mencela mereka yang besikap pemalas dan suka meminta belas kasihan orang lain. Hal itu tergambar dalam hadits berikut ini, Abu Abdirrahman Auf bin Malik al-Asyja’i berkata :
كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تِسْعَةً أَوْ ثَمَانِيَةً أَوْ سَبْعَةً، فَقَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّهِ ؟، وَكُنَّا حَدِيثَ عَهْدٍ بِبَيْعَةٍ فَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّه؟، فَقُلْنَا قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، ثُمَّ قَالَ: أَلاَ تُبَايِعُونَ رَسُولَ اللَّه؟، قَالَ فَبَسَطْنَا أَيْدِيَنَا وَقُلْنَا: قَدْ بَايَعْنَاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَعَلَى مَا نُبَايِعُكَ؟ قَالَ : عَلَى أَنْ تَعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَتُطِيعُوا، وَأَسَرَّ كَلِمَةً خَفِيَّةً وَلاَ تَسْأَلُوا النَّاسَ شَيْئًا. فَلَقَدْ رَأَيْتُ بَعْضَ أُولَئِكَ النَّفَرِ يَسْقُطُ سَوْطُ أَحَدِهِمْ فَمَا يَسْأَلُ أَحَدًا يُنَاوِلُهُ إِيَّاهُ (رواه مسلم)
"Ketika kami sedang duduk bersama beberapa orang sahabat, jumlah
kami kira-kira tujuh, delapan atau sembilah orang, datang pada kami Rasulullah
saw seraya bersabda, “Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Saat itu kami
baru saja berbaiat kepadanya. Maka kami menjawab, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya kami telah berbaiat kepadamu.” Kemudian Nabi saw bersabda lagi,
“Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Maka kami pun kembali menjawab,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah berbaiat kepadamu.” Lalu
beliau bersabda lagi, “Tidakkah kamu berbaiat kepada Rasulullah?”. Maka kami
segera mengulurkan tangan untuk berbaiat sambil berkata, “Kami telah berbaiat,
wahai Rasulullah, maka baiat apa lagi yang harus kami sampaikan?”. Nabi
menjawab, “Berbaiat untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun, kemudian shalat lima waktu serta taat kepada Allah.” Kemudian
Nabi saw merendahkan suaranya sambil bersabda, “Dan jangan meminta-minta suatu
apapun kepada orang lain.” Betapa kesungguhan para sahabat menerima baiat Nabi
tadi, perawi hadits meriwayatkan bahwa ia melihat sebagian dari mereka yang ada
di situ, cambuk kendaraannya jatuh, dan ia tidak meminta pertolongan kepada
siapa pun untuk mengembalikannya. (HR. Muslim: No.1729)
Keterangan di atas
menjelaskan kepada kita betapa besarnya bimbingan ajaran Islam agar manusia
memiliki iman dan takwa yang sempurna, beretos kerja tinggi dan mengarah pada
profesionalisme. Dengan demikian kehadirannya di dunia ini akan bermakna,
memberikan andil yang baik bagi peradaban umat manusia dan dapat melahirkan
karya-karya besar yang spektakuler bagi sesama makhluk-Nya.
Bekerja
adalah kewajiban setiap muslim. Sebab dengan bekeja setiap muslim dapat
mengaktualisasikan kemuslimannya sebagai manusia, makluk ciptaan Allah SWT yang
paling sempurna dan mulia di muka bumi.
Bekerja
adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga
bekerja yang didasarkan pada prinsip- prinsip iman tauhid bukan hanya
menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat
dirirnya sebagai hamba Allah, yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari
cara dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah.
Apabila
bekerja itu sebagai fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan
bekerja, malas dan tidak mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan
keimananan dalam bentuk amal kreatif, sesunguhnya dia itu melawan fitrah
dirinya sendiri, menurunkan derajat identitas sebagai manusia, untuk kemudian
runtuh dalam kedudukan yang lebih hina dari binatang.
Harus tertanam dalam keyakinan
seorang muslim bahwa bekerja itu adalah amanah Allah, sehingga ada semacam
sikap mental yang tegas pada diri pribadi muslim bahwa ;
1. Karena bekerja adalah amanah, maka dia
akan bekerja dengan kerinduan dan tujuan agar pekerjaannya tersebut
menghasilkan sesuatu yang optimal.
2. Ada semacam kebahagian dalam
melaksanakan pekerjaan, karena dengan bekerja dia telah melaksanakan amanah
Allah.
3. Tumbuh kreativitas untuk mengembangkan
dan memperkaya dan memperluas pekerjaanya.
4. Ada rasa malu hati apabila pekerjaanya
tidak dia laksanakan dengan baik, karena hal ini berarti sebuah pengkhianatan
terhadap amanah Allah
Bekerja
keras adalah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap orang yang
mengaku dirinya beriman kepada Allah SWT, hal ini dibuktikan dengan banyaknya
perintah Allah dalam Al-qur’an yang menyuruh untuk bekerja.
Salah
satu prasyarat untuk terhindarnya umat manusia dari kerugian yang sangat besar
adalah dengan bekerja yaitu melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Yang dalam
bahasa Al-qur’an disebut dengan Amilusshalihat.
Bekerja
secara produktif adalah merupakan ciri dan karakteristik seorang muslim yang
terbaik sesuai dengan implementasi hadits Nabi, tangan diatas (yang memberi)
lebih baik daripada tangan yang dibawah (yang menerima).
Bekerja
disamakan dengan Jihad Fi Sabilillah.
Dari paparan di atas, maka
penulis memeberikan saran
1. Untuk melatih berusaha, dapat
dimulai dari hal kecil. Untuk itu, sebaiknya kita melatihnya mulai sekarang
2. Dalam berusaha hendaknya usaha
yang maksimal supaya hasilnya juga maksimal. Untuk itu, sebaiknya kita melatih
diri kita agar selalu maksimal dalam berusaha dan bekerja
DAFTAR
PUSTAKA
Syarifandi
Suja’i, Alfiah, Pendidikan Islam Dalam
Tinjauan Hadist Nabi, Pekanbaru : Kreasi Edukasi, 2015.
Sastrahidayat
Ika Rochdjatun, Membangun Etos Kerja dan
Logika Berpikir Islami,Malang :
UIN-Malang Press, 2009.
Tebba
Sudirman, Membangun Etos Kerja dalam
Perspektif Tasawuf, Bandung : Pustaka Nusantara Publishing, 2003.
Batjuk
Abbas, Bimbingan Pribadi Muslim Dalam Hadist, Pekanbaru : Husada Grafika Press,
1993.
Comments
Post a Comment